ASKARA – Menyadari dampak besar yang ditimbulkan oleh kurangnya pemberian ASI eksklusif, sekelompok dosen dari Universitas Sumatera Utara (USU) bersama mitra kolaborasi internasional mereka saat ini melakukan upaya edukasi di Kabupaten Nias untuk meningkatkan pemahaman masyarakat sekitar terhadap pentingnya pemberian ASI eksklusif.
Laporan dari The Lancet pada awal 2023 mengungkapkan bahwa akibat dari tidak memberikan ASI eksklusif berdampak buruk pada ekonomi dunia. Penilaian ekonomi tersebut didasarkan pada perkiraan penyakit yang akan muncul di masa depan pada individu akibat tidak mendapatkan ASI eksklusif. Perkiraan kerugian ekonomi global akibat masalah ini mencapai US$341,3 miliar setiap tahun.
Selain dampak penyakit, penurunan prestasi intelektual akibat pertumbuhan yang tidak optimal juga menjadi bagian dari perhitungan kerugian ekonomi tersebut. Salah satu dampak langsung adalah masalah stunting. Stunting adalah kondisi di mana pertumbuhan fisik anak terhambat, yang dalam kasus ini erat kaitannya dengan tidak mendapatkan ASI eksklusif.
Data terbaru pada 2022 menunjukkan, hanya sekitar 52 persen bayi di Indonesia yang menerima ASI eksklusif. Angka ini sangat rendah jika dibandingkan dengan jumlah kasus stunting yang mencapai 21,6 persen. Ketidaksetaraan dalam cakupan ASI eksklusif antara daerah tinggi dan rendah juga menjadi permasalahan yang perlu diatasi.
Namun, upaya untuk meningkatkan cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih terbatas. Susu formula masih terus digunakan dan dipromosikan, meskipun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merekomendasikan penghentian praktik ini.
Untuk mengatasi masalah ini, Tim Riset Kolaborasi Internasional dari Universitas Sumatera Utara sedang berfokus pada edukasi kepada ibu-ibu yang sedang menyusui dan keluarganya di Kabupaten Nias. Mereka melatih ibu-ibu agar dapat memberikan ASI eksklusif dengan percaya diri dan benar. Tim ini juga melibatkan suami dan anggota keluarga dalam upaya ini untuk memastikan ASI eksklusif menjadi prioritas.
Dr. Fotarisman Zaluchu, yang memimpin tim riset ini, menyatakan, bagi daerah seperti Nias yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, ASI eksklusif memiliki manfaat luar biasa.
“Selain manfaat ekonomi, praktik ASI eksklusif yang benar dapat memutus mata rantai stunting dan membantu mengangkat keluarga keluar dari kemiskinan,” kata Fotarisman dalam keterangan yang diterima, Senin (23/10).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias, Rahmani O Zandroto, menyambut baik inisiatif dari Tim USU ini dan mengatakan, kematian bayi masih tinggi di Nias. Kami membutuhkan solusi-solusi seperti ini karena kami memiliki keterbatasan dalam sumber daya dan ide.
Proses edukasi dilakukan dengan menggunakan gambar-gambar dan kunjungan ke rumah-rumah warga untuk memastikan praktik ASI eksklusif berjalan dengan baik. Pelatihan ini akan berlangsung selama enam minggu, dan setiap ibu akan dimonitor dengan menggunakan buku panduan pemantauan ASI eksklusif yang disiapkan oleh tim.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias, Rahmani O Zandroto, sangat senang dengan inisiatif yang telah diambil oleh Tim USU ini. Dia berharap kolaborasi ini akan mendukung upaya untuk mengatasi masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif dan stunting di wilayahnya.
Ketua tim, Dr. Fotarisman Zaluchu, menggarisbawahi bahwa Indonesia dihadapkan pada ancaman kehilangan generasi yang kuat dan sehat jika praktik pemberian ASI eksklusif tidak ditingkatkan. Hasil riset ini akan menjadi dasar penting bagi para pemangku kebijakan, termasuk pemerintah pusat, dalam upaya untuk mengatasi masalah rendahnya cakupan ASI eksklusif di Indonesia.
“Semua pihak diharapkan akan bekerja sama untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya ASI eksklusif dalam mendukung kesehatan dan ekonomi yang lebih baik,” katanya.