ASKARA – Tai Ping Indonesia bersama Komunitas Bambu menggelar “Unearthing Rumphius” (Menggali Rumphius) untuk mengembalikan sejarah, kekayaan botani, etnografi, maritim, bebatuan, hingga tsunami Ambon tahun 1674, yang ditulis naturalis asal Jerman, Georgius Everhardus Rumphius.
Buku berjudul Kotak Keajaiban Benua Maritim, Ambon Abad XVII telah membuka cakrawala ilmu pengetahuan mengenai kearifan lokal Nusantara khususnya Maluku.
Rumphius menetap di Maluku selama 49 tahun melakukan dokumentasi pengetahuan masyarakat lokal dalam berbagai bidang, termasuk sumber daya alam sekitarnya. Tidak hanya catatan kearifan lokal, Rumphius pun menggambarkan secara detail.
Ketua Yayasan Parakletos Maluku, Elsye, sangat kaget dan terharu ketika mengetahui kearifan lokal Maluku sudah terdokumentasi sejak lama. Dan buku ini menjadi inspirasi yayasannya untuk meneruskan pengetahuan ini dan mendata lebih banyak lagi kearifan lokal yang ada.
“G.E. Rumphius, perjalananan, perjuangan dalam kegelapan, proses menulis berulang adalah permata yang menyemangati dan menginspirasi,” kata Elsye, Senin (6/11).
Ditambahkannya, buku ini sudah dalam gegaman dan akan bersama melakukan hal yang sama dengan fokus yang kecil.
“Rumphius bersikap rendah hati terhadap alam yg setiap hari terus menampakan kebesarannnya,” kata Ketua Yayasan Parakletos Maluku.
Sementara Mike Tahalea mengatakan, Kalau bukunya tidak tertahan di Batavia kemudian di Belanda, mungkin dunia sains akan mengenal Rumphius sebagai Bapak Sistimatika Alam dan bukan Karl Von Linneaus yang menerbitkan buku Systema Naturae pada 1636.
“Kelemahan nomenklatur Rumphius belum sepenuhnya sistem binomial seperti yang digunakan Linneaus. Penamaan tumbuhan dan hewan kadang masih menggunakan sistem trinomial,” kata Mike Tahalea seperti dikutip dalam laman media sosial Elsye.
Buku D’Amboinsche Rariteitkamer karya ahli botani asal Jerman, Georgius Everhardus Rumphius (1627-1702), merupakan koleksi Pusat Perpustakaan dan Literasi Pertanian Kementerian Pertanian.
Editor: Theo Agoy