Inspiring Friday with Prof. Rokhmin Dahuri: Cultivating and Nurturing the Soul

ASKARA – Sebuah pertanyaan dasar yang sering ditanyakan adalah di mana kebahagiaan yang selalu dicari dan dinanti. Pertanyaan pertama yang perlu dijawab adalah apakah Tuhan itu ada? Atheisme telah melahirkan orang-orang yang berpaham anti-Tuhan, memuliakan akal dan kebendaan, meyakini bahwa manusia dan alam semesta ada dengan sendirinya (genaratio spontania) tanpa campur tangan satu dzat pun dalam penciptaannya. Mereka percaya keindahan dan keberlangsungan kehidupan dunia ini terjadi begitu saja, tanpa pengaturan atau pencipta. Keyakinan ini terbentuk karena jiwa materialis, yang menganggap bahwa segala sesuatu yang berwujud harus mampu dilihat, didengar, dan dirasa oleh indra manusia. Namun, keyakinan ini tidak dapat dibenarkan oleh akal kita.

Sebuah ilustrasi sederhana terjadi di sebuah sekolah dasar sekitar tahun 1965, ketika PKI (Partai Komunis Indonesia) sedang berkembang di tanah air. Dalam suasana belajar, seorang guru bertanya kepada murid-muridnya, “Apakah kalian dapat melihat papan tulis ini?” Murid-murid menjawab, “Bisa!” Sang guru langsung menyahut, “Berarti papan tulis ini ada.” Kemudian sang guru bertanya, “Apakah kalian bisa melihat saya?” Mereka menjawab, “Bisa!” Sang guru kembali menimpali, “Berarti saya ada.” Namun, ketika sang guru bertanya apakah kalian bisa melihat Tuhan, murid-murid menjawab, “Tidak!” Seorang anak kecil yang kritis mencoba memancing pertanyaan kepada teman-temannya, dan berkata, “Teman-teman, apakah kalian bisa melihat akal Pak Guru?” Mereka menjawab, “Tidak!” Lantas anak tersebut berujar, “Berarti Pak Guru tak berakal.” Anak itu juga bertanya kepada teman-temannya, “Apakah kalian bisa melihat nafsu Pak Guru?” Mereka menjawab, “Tidak!” Kemudian ia berujar lagi, “Berarti Pak Guru tidak memiliki nafsu.”

Ilustrasi ini menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak berwujud dan tidak terlihat malah diyakini keberadaannya. Tidak dapat ditangkap oleh indra manusia belum tentu tidak ada. Misalnya, proton dan elektron sampai sekarang tidak seorang pun yang mampu melihat keduanya dengan indra. Namun, adanya pijar listrik yang menyala sebagai akibat proton dan elektron yang bersentuhan meyakinkan kita bahwa keduanya memang ada. Oleh karena itu, salah satu ciri orang yang bertakwa adalah mengimani tentang hal ghaib yang dijelaskan dalam Alquran.

Pertanyaan tentang keberadaan Allah adalah pertanyaan dasar yang akan keluar dari jiwa yang memiliki fitrah ketuhanan. Hal ini pun pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan Musa. Dorongan pencarian akan keberadaan Tuhan bersifat alamiah dan sesuai dengan kebutuhan manusia yaitu bertauhid. Pertanda-pertanda keberadaan Tuhan dapat dilihat di sekitar kita, seperti bumi yang terpelihara, langit dan bumi yang berpasang-pasangan, dan lainnya.

Sungguh Allah telah menggambarkannya dengan sangat baik dalam kalam-Nya yang mulia yang tersaji dalam Al-Quran. Semuanya pun dapat kita buktikan dengan merenungkan ciptaan-ciptaan-Nya yang ada di alam dunia ini. Meyakini keberadaan Allah Ta’âlâ merupakan suatu tanda yang harus di realisasikan dengan meyakini bahwa Allah ‘Azza wa Jalla jualah yang menciptakan segenap makhluk. Tidak ada suatu makhluk pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezeki. Allah Rabbul Izzati telah menafikan sekutu dalam kekuasaan-Nya. Dalil-dalil dalam Al-Quran yang mulia dalam menetapkan keberadaan Allah ‘Azza wa Jalla serta keesaan-Nya sungguh sesuai dengan fitrah ketuhanan yang ada dalam diri manusia.