ASKARA – Desentralisasi aturan menjadi problem bagi Pemerintah Daerah, termasuk dalam mengelola laut di wilayahnya.
Demikian disampaikan Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU Kelautan DPR RI Ono Surono usai Kunjungan Kerja (Kunker) Pansus RUU Kelautan ke Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Dalam Kunker itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur membagikan keresahannya soal pencemaran lingkungan di laut wilayahnya.
Tingginya mobilisasi kapal pengangkut batu bara di wilayah mereka kerap kali menimbulkan pencemaran lingkungan. Wewenang yang terbatas membuat mereka jadi tidak bisa langsung bergerak mengatasi pencemaran yang terjadi.
Karena itu, melalui RUU Kelautan ini, Ono mendorong agar kelak Pemerintah Daerah diberikan porsi untuk mengelola lautnya.
Narasi Pemerintah Pusat soal sulitnya mengurus berbagai hal di daerah, menurutnya, kurang berdasar. Sebaliknya, Pemerintah Daerah, kata Ono, adalah pihak yang lebih paham tentang apa yang harus dilakukan untuk wilayahnya.
“Semangat peraturan perundang-undangan saat ini sudah bergeser dari semangat reformasi. Yang tadinya desentralisasi, tapi sekarang dicoba untuk sentralistik lagi. Dipusatkan ke pemerintah pusat. Sehingga ini ada plus minusnya, tentu kita harus bedah betul terkait fenomena ini,” kata Ono dikutip dari laman resmi DPR RI(15/11/2023).
Lebih lanjut, Legislator Fraksi PDI-Perjuangan tersebut mendorong agar RUU Kelautan dibuat dalam format Omnibus Kemaritiman. Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk benar-benar mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi poros maritim dunia.
“Undang-Undang Kelautan seharusnya menjadi Omnibus Maritim. Apalagi kita pernah mengenal narasi yang dibuat oleh Presiden Indonesia poros maritim dunia, kenapa tidak jalan? Memang tidak punya niat untuk secara regulasi pun mempunyai undang-undang induk terkait dengan kemaritiman,” jelasnya.