ASKARA – Prof. H. Emil Salim, M.A., Ph.D., yang dikenal sebagai tokoh intelektual lingkungan hidup pernah berujar bahwa sampah itu ibarat api, semakin besar volumenya maka akan semakin sulit untuk mengendalikannya. Maka, semakin besar sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) akan semakin besar biaya untuk mengatasinya.
Oleh karena itu, sudah saatnya melakukan pengurangan dan penanganan menurunkan volume sampah yang menuju ke TPA, sehingga tidak menggunung.
Sampah seharusnya tidak semua berakhir di TPA. Banyak juga manfaat sampah jika diolah dengan baik. Yang krusial hanya sampah plastik yang sulit terurai. Namun demikian, sampah plastik masih bisa diolah beraneka ragam, mulai pembuatan tas, dompet, mainan anak-anak, bunga hias, pot, dan lain sebagainya. Sampah plastik dapat membuka peluang seseorang dalam berbisnis. Jadi, tidak semuanya berakhir di TPA, sehingga mengurangi imbas negatifnya, seperti menumpuknya timbulan sampah.
*Paradigma Baru Pengelolaan Sampah*
Irjen. Pol. (Purn.) Dr. Ronny Franky Sompie, S.H., M.H., tokoh politik yang memberi perhatian khusus pada soal-soal budaya dan lingkungan hidup, menanggapi soal kebakaran di tempat pembuangan akhir sampah di Sumompo, Kota Manado, bahwa sembenarnya keberadaan TPA ini akan baik-baik saja jika kesadaran masyarakat memilah sampah sudah sesuai anjuran pemerintah.
TPA Sumompo kan memang tujuannya menjadi tempat pembuangan sampah di Kota Manado dalam rangka menjaga kebersihan sebuah kota, terutama dari sampah non organik seperti plastik dan kertas. Namun, bila pemilahannya benar, sampah plastik dan kertas dapat dikumpulkan oleh warga yang mengais rezeki dengan cara menjualnya. Sampah plastik dan kertas dapat didaur ulang oleh perusahaan yang mengumpulkannya.
Mantan Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM ini pun mengutip kehadiran UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS), yang merupakan angin segar bagi upaya penanggulangan permasalahan sampah.
Bagi peraih Bintang Bhayangkara Pratama ini, UUPS telah mengamanatkan pendekatan dari hulu ke hilir dalam pengelolaan sampah. Pendekatan ini mengganti pendekatan “kumpul-angkut-buang”.
Pendekatan tersebut dilaksanakan secara komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, lalu sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman di TPA.
Sayangnya, kata penerima Satyalancana Ksatria Bhayangkara ini, saat ini Pemerintah masih cenderung menyelesaikan persoalan sampah di Hilir melalui proyek pembangunan TPA di seluruh Kabupaten/ kota.
Untuk itu, lulusan Akademi Kepolisian tahun 1984 ini mengusulkan agar pengelolaan sampah di Kota Manado dan Kabupaten lainnya di Sulut dilakukan secara managemen yang berwawasan lingkungan. Dilakukan dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Dengan demikian, tidak memerlukan tempat untuk membuang dan menumpuk sampah seperti di TPA Sumompo ini.
Paradigma barunya, yakni tidak sekedar “kumpul-angkut-buang”. Namun, sejak awal, sampah harus dikumpulkan dalam tempat dengan cara dibagi dalam minimal tiga tempat masing-masing; pertama, tempat sampah untuk plastik, kertas dan sampah non organik lainnya; kedua tempat sampah untuk bahan organik seperti sisa makanan, sayur, buah, ikan dan makanan lainnya; serta, ketiga tempat sampah berupa bahan beracun dan berbahaya yang biasanya berupa cairan kimia sisa produksi atau sisa kegiatan masyarakat yang menggunakan zat kimia berbahaya, yang harus dibuang di lokasi khusus pengelolaan bahan beracun dan berbahaya.
Setelah pembagian sampah diatur demikian, maka dengan mudah para pengumpul sampah plastik dan kertas bisa mengumpulkannya ke Bank Sampah dan tidak harus dibawa ke TPA Sumompo sehingga mengakibatkan penimbun.
”Disamping itu, sampah plastik dan kertas tersebut bisa lebih kering dan tidak tercampur dengan sampah organik yang basah. Cara ini juga akan memudahkan pemanfaatan sampah tersebut tanpa harus membersihkannya lagi,” urai mantan Kepala Divisi Humas Mabes Polri ini, kepada wartawan di Manado.
Sisi lain, tambah mantan Kapolda Bali ini, sampah organik yang telah dikumpulkan tersendiri juga akan bisa langsung dibawa ke lokasi pembuatan pupuk kompos dan pupuk cair organik yang telah disiapkan oleh Pemerintah.
”Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten juga dapat menyiapkan pupuk organik berupa pupuk kompos dan pupuk cair organik hasil pengelolaan pupuk organik yang dapat membantu para petani yang sangat membutuhkan pupuk bersubsidi selama ini. Hal ini juga sekaligus dapat mengajarkan masyarakat untuk membuat pupuk kompos dan pupuk cair, hasil proses fermentasi dan memanfaatkan sisa makanan organik seperti sisa nasi, roti, sayur, buah atau kotoran hewan,” tegas putera Tonsea yang dianugerahi Bintang Jasa Utama pada 13 Agustus 2019 oleh Presiden Joko Widodo ini.
Dengan demikian, tambah ayah tiga puteri, Devi Paramita, Grace Veronika, dan Merry Apsari dari hasil pernikahannya dengan Dyah Iswarini pada tahun 1988 ini, bahwa tidak akan lagi terjadi kebakaran seperti yang terjadi di TPA Sumompo, yang sudah sebulan lebih terbakar dan sulit dipadamkan.
Masyarakat Kota Manado yang memanfaatkan sampah plastik dan kertas sebagai bagian dari mata pencarian bisa terbantu untuk mengumpulkan sampah plastik dan kertas yang sudah dikumpulkan dari asal sampah tersebut, baik dari perumahan penduduk, kantor, pasar, hotel, UMKM Kuliner makanan, sekolah/tempat pendidikan, mall, dan pertokoan dan sebagainya.
“Semoga, ke depan tidak akan ada lagi pembuangan akhir sampaih seperti TPA Sumompo ini yang riskan dan rentan terjadi kebakaran sehingga membahayakan kesehatan pendudukan sekitar, termasuk para pengelola sampah sebagaimana dialami saat ini di Kota Manado,” pungkas Politisi Partai Golkar ini mengamini. (TimRFS)
Editor: Husnie