Komite III DPD RI Berfokus pada Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Pengembangan Sistem Kepariwisataan

Komite III DPD RI Berfokus pada Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Pengembangan Sistem Kepariwisataan

ASKARA– Wakil Ketua Komite III, Abdul Hakim menyatakan pariwisata merupakan sektor ekonomi yang penting di Indonesia. Potensi keindahan alam, budaya dan warisan leluhur Indonesia merupakan nilai tambah yang perlu terus dipromosikan dan dikembangkan.

Hal itu disampaikannya pada Rapat Dengar Pendapat Umum bersama Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Beni Teguh Gunawan dan Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Nunung Rusmiati di Ruang Rapat Padjajaran, Kompleks Parlemen, Jakarta (Senin, 20/11).

Pengawasan atas pelaksanaan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pariwisata yang sedang dilakukan Komite III DPD RI bertujuan untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pengundangan UU a quo yang digunakan sebagai acuan dalam pembangunan kepariwisataan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.

“Pengembangan pariwisata diharapkan dapat meningkatkan devisa negara, menciptakan lapangan pekerjaan, juga meningkatkan kesejahteraan penduduk disekitarnya,” kata Abdul Hakim.
 
Ia menambahkan, terjadinya penurunan kualitas lingkungan, rendahnya kualitas tata kelola destinasi dan pelayanan, rendahnya kapasitas SDM, kurangnya investor, keterbatasan aksesibilitas serta masih minimnya kesiapsiagaan terhadap bencana masih menjadi kendala dalam peningkatan pariwisata di Indonesia.

Pada kesempatan tersebut, Ketua Umum Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA), Nunung Rusmiati, mengungkapkan masih terdapatnya permasalahan dalam pelaksanaan UU Kepariwisataan di Indonesia. 

Menurutnya, koordinasi yang kurang efektif diantara pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta, Pemberdayaan masyarakat lokal dan pembagian manfaat ekonomi secara adil juga menjadi fokus untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam manfaat yang diperoleh dari sektor pariwisata.

Nunung berharap agar pemerintah dapat meningkatkan pemanfaatan teknologi digital dalam sistem kepariwisataan untuk mempermudah para wisatawan memperoleh informasi ketika akan melakukan kunjungan ke destinasi tujuan mereka.

“Terkait visa, negara tetangga contohnya malaysia telah memberlakukan pengurusan visa secara online. Hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu kebijakan di Indonesia agar mempermudah para wisatawan dan investor hadir di negara kita,” terang Nunung. 

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Beni Teguh Gunawan, menjelaskan bahwa UU Kepariwisataan ini sudah cukup baik dengan didukung oleh aturan turunan yang berlaku. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan, selama beberapa tahun terakhir devisa Indonesia cenderung meningkat. Ini dapat dilihat dari meningkatnya Pendapatan Domestik Bruto (PDB). 

Sementara itu, negara kita masih belum melek teknologi yang mangakibatkan sulitnya para wisatawan memperoleh informasi destinasi wisata terbaik yang dapat mereka kunjungi. Konsep kepariwisataan modern dengan menerapkan keberlanjutan dan digitalisasi menjadi faktor penting sebagai daya saing pariwisata Indonesia yang belum diimplementasikan dengan baik. 

“Perlu penerapan digitalisasi berbasis data perilaku wisatawan sebagai dasar kebijakan untuk menarik wisatawan terutama lingkup internasional,” harapnya.

Anggota Komite III Dapil Bali, Anak Agung Gde Agung  mengapresiasi paparan dari kedua narasumber. Ia menyayangkan, masih belum adanya penelitian atau kajian tentang pemanfaatan devisa dari daerah wisata.

“Siapa yang menikmati dari devisa yang disumbangkan? Seharusnya devisa tersebut dapat diterima oleh daerah penyumbang devisa terbesar. Tidak hanya dari SDA yang mereka miliki, sumber daya lainnya perlu dihitung,” tutup Anak Agung.