ASKARA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak membenarkan penetapan tersangka terhadap Muhammad Suryo.
KPK menetapkan pengusaha asal Yogyakarta itu sebagai tersangka kasus korupsi suap pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Dirjen Kereta Api Kementerian Perhubungan (DJKA Kemenhub).
“Benar (Muhammad Suryo sudah tersangka),” ujar Johanis Tanak melalui pesan elektronik seperti dikutip dari akurat.co sesaat lalu, Jumat (24/11).
Johanis menjelaskan KPK sedang menyiapkan aturan administratif berupa surat perintah penyidikan yang memberitahukan penetapan tersangka Muhammad Suryo.
Hal itu disampaikan Johanis menjawab pertanyaan kapan Muhammad Suryo diperiksa sebagai tersangka.
“Masih menunggu konsep spridik (sprindik),” kata Johanis Tanak.
Informasi yang diperoleh redaksi, Muhammad Suryo ditetapkan tersangka setelah pimpinan KPK menggelar eskpos atau gelar perkara pada Kamis kemarin.
Usulan agar menetapkan Muhammad Suryo tersangka disampaikan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) merujuk fakta-fakta dalam persidangan.
Nama Muhammad Suryo muncul dalam dakwaan Dion Renato Sugiarto, Bernard Hasibuan dan Putu Sumarjaya. Suryo disebut mendapatkan sleeping fee Rp 9,5 miliar terkait pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Dirjen Kereta Api.
Di dalam dakwaan Jaksa KPK menyebutkan Dion Renato Sugiarto selaku Direktur PT Istana Putra Agung memberikan suap hingga Rp 18,95 miliar agar perusahaannya dimenangkan dalam proses lelang proyek jalur ganda yang sedang digarap Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Semarang.
Uang Rp 18,95 miliar itu kemudian diberikan Dion Reno kepada beberapa pihak di antaranya Muhammad Suryo, Putu Sumarjaya selaku Kepala BTP Kelas 1 Semarang, dan Bernard Hasibuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Kelas 1 Semarang.
Uang Rp 9,5 miliar diberikan kepada Suryo atas arahan Bernard Hasibuan sebagai uang sleeping fee atau sebutan untuk aliran dana dari peserta lelang yang dimenangkan kepada peserta yang kalah.
Sleeping fee diberikan kepada Suryo dengan alasan seharusnya proyek tersebut diatur untuk digarap oleh perusahaan milik Suryo, yakni PT Calista Mulia Perkasa.
Tetapi karena terdapat persyaratan yang tidak dapat dipenuhi oleh perusahaan tersebut pada saat proses evaluasi maka diaturlah PT Istana Putra Agung sebagai pemenang lelang.
Nilai proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta yang berujung korupsi ini adalah Rp164,5 miliar.
Nama Muhammad Suryo juga muncul di dalam kasus dugaan pembocoran dokumen penyelidikan KPK di Kementerian ESDM.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean memastikan Suryo yang menjadi pembocor dokumen penyelidikan KPK di Kementerian ESDM.
Tumpak menjelaskan hasil pemeriksaan Dewas KPK menyebutkan bahwa Suryo menyerahkan dokumen yang terdiri dari tiga lembar kertas kepada Kepala Biro Hukum yang juga Plh Dirjen Minerba ESDM Idris Sihite di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta.
Di dalam dokumen yang diserahkan Suryo itu tercantum nama sejumlah pihak di Kementerian ESDM dan perusahaan pemilik izin ekspor produk pertambangan hasil pengolahan minerba yang kabarnya menjadi bukti adanya suap dalam pengurusan izin.
Penyelidik KPK mendapatkan dokumen yang dibocorkan Suryo saat menggeledah ruang kerja Idris Sihite. Saat itu Idris mengaku mendapatkan dokumen itu dari mantan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Irjen Karyoto yang kini menjabat Kapolda Metro Jaya.
Namun setelah dicecar Idris mengubah keterangannya dan mengatakan mendapatkan dokumen dari Menteri ESDM Arifin Tasrif yang mendapatkannya dari Ketua KPK Firli Bahuri.
Idris kembali mengubah keterangannya saat diperiksa Dewas KPK. Dia mengaku sengaja membawa-bawa nama Menteri ESDM dan Ketua KPK agar penyelidik yang sedang menggeledah ruang kerjanya saat itu tidak terus mencecarnya.
Muhammad Suryo disebut juga merupakan Komisaris PT Surya Karya Setiabudi yang terlibat kasus pertambangan pasir ilegal di Sungai Bebeng, Magelang, Jawa Tengah, pada 2016.
Diberitakan media bahwa hubungan Suryo dengan Karyoto sudah berlangsung lama sebelum Karyoto berkantor di Gedung Merah Putih KPK sebagai Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK. Kabarnya, Karyoto tidak sungkan menegur keras pejabat Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak yang berani menegur PT Surya Karya Setiabudi.