Pos Lintas Batas Sebagai Sentra Industri Produk Daerah

Pos Lintas Batas Sebagai Sentra Industri Produk Daerah

ASKARA – Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), Prof Zudan Arif Fakhrullah menyatakan, menjaga perbatasan sangat penting karena negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Dia memiliki garis pantai nomor dua terpanjang di dunia.

“Pos Lintas Batas harus menjadi sentra industry yang bisa mendominasi produk di sebuah daerah maupun daerah di sekitarnya. Bukan hanya pos keluar dan masuk orang atau barang,” ujar Prof Zudan dalam acara “Silaturahmi dan bincang santai dengan Prof. Zudan/Sekretaris BNPP” di Kantor BNPP, Jalan Kebon Sirih Jakarta Pusat, Senin (4/12).

Acara tersebut juga dihadiri oleh Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara BNPP, yang juga Pelaksana harian (Plh) Sekretaris BNPP, Robert Simbolon; Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan, Jeffry A. Rahawarin; Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Makhruzi Rahman; Kelompok Ahli (Pokli) BNPP, Hamidin Ajiamin; para Asisten Deputi, staf dan wartawan.

Prof Zudan menegaskan, menangani perbatasan tidak bisa dikerjakan oleh satu lembaga saja. Ini merupakan tanggung jawab lintas lembaga dan juga pusat-daerah sehingga koordinasi menjadi kata kunci dalam penanganan perbatasan di Indonesia.

Pengelolaan perbatasan dituntut untuk bisa menciptakan manusia yang pintar, yang dicerminkan dari pendidikan. “Masyarakatnya juga harus memiliki lapangan pekerjaan yang bisa mendatangkan penghasilan. Karena itu, unsur tersebut kita gunakan untuk mendesain agar masyarakatnya sejahtera. Dan hal ini tidak mudah,” ujarnya.

Dimensi security perbatasan berkaitan dengan wilayah kedaulatan dan terkait dengan simbol sebuah negara. Negara asing yang memasuki perbatasan sebuah negara adalah ancaman atau tantangan bagi kedaulatan negara secara keseluruhan.

Dimensi kesejahteraan, kata Prof Zudan, ditunjukkan oleh adanya pemerataan pembangunan. Pembangunan tidak hanya terpusat di tempat tertentu atau di pusat kota, tapi juga di daerah perbatasan. Karena itu, setiap daerah perbatasan harus dikembangkan dan dibangun agar terwujud keadilan dalam masyarakat di semua daerah.

Untuk itu, kata Zudan, BNPP bekerja sama dengan 27 Kemeterian/Lembaga, 15 provinsi, dan 54 kabupaten/kota di kawasan perbatasan negara untuk mengusahakan pembangunan di wilayah perbatasan negara tersebut.

Pihaknya berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum terkait penyediaan air minum, menyiapkan BTS dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, dan menyiapkan rumah sakit dan tenaga kesehatan dengan Kementerian Kesehatan. Demikian pun dengan Kementerian Pendidikan untuk mengusahakan guru atau tenaga kependidikan.

Prof. Zudan memberikan gambaran proyeksi anggaran untuk tahun berikutnya. “Dana tersebut berasal dari 31 kementerian/lembaga, kecuali 4 kementerian dan 1 lembaga yang jumlahnya tidak tercantum,” paparnya.

Dari rincian anggaran kurang dari satu miliar, Kementerian/lembaga seperti TNI, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Kementerian ESDM memiliki peran krusial dalam mendukung pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, rumah sakit, dan pendidikan.

Pemerintah memprioritaskan sektor-sektor penting dalam pembangunan wilayah perbatasan. Tampak keterlibatan BNPT dan BNN. BNPT dengan alokasi Rp 456 juta, serta BNN dengan alokasi Rp 829 juta, menunjukkan peran krusial keduanya dalam menjaga keamanan di wilayah perbatasan.

Sementara itu, Kementerian PUPR mengalokasikan anggaran sebesar Rp 3,2 triliun, diikuti oleh Kementerian Sosial dengan anggaran sebanyak Rp 2,3 triliun. Selain itu, turut menyumbangkan dana signifikan untuk mendukung program pengelolaan batas wilayah, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, dan Badan Keamanan.

Alokasi anggaran sebesar Rp 8,6 triliun untuk pengelolaan batas wilayah menjadi langkah strategis pemerintah dalam memajukan kawasan perbatasan. “Alokasi anggaran yang mengesankan sebesar Rp 8,6 triliun untuk pengelolaan batas wilayah negara dan kawasan perbatasan pada tahun 2023,” katanya.

Melalui kolaborasi antar kementerian/lembaga, pemerintah menunjukkan komitmennya untuk membangun infrastruktur dan meningkatkan kesejahteraan di wilayah yang memerlukan perhatian khusus. Kolaborasi lintas sektor ini, harapnya, dapat mencapai pencapaian maksimal dan memaksimalkan manfaat anggaran yang telah dialokasikan.

“Dengan proyeksi anggaran yang positif untuk tahun-tahun mendatang, diharapkan pembangunan di wilayah perbatasan dapat berlangsung lebih optimal,” ujar Zudan.

Zudan berharap agar anggaran di tahun 2024 dapat bertambah besar lagi, mengingat tuntutan yang semakin meningkat di daerah. “Nanti anggaran di tahun 2024 mudah-mudahan bertambah besar lagi karena kebutuhan di daerah itu bertambah ada yang minta infrastruktur jalan, jembatan, rumah sakit, pendidikan untuk tenaga kesehatan, untuk jaringan BTS, banyak sekali,” jelasnya.

Pemerintah, katanya, mempertimbangkan efektivitasnya selama satu tahun, dengan fokus pada pencapaian yang signifikan. Bahwa koordinasi yang baik antar kementerian/lembaga menjadi kunci keberhasilan inisiatif ini.

“Inisiatif ini menjadi penting, mengingat peran krusialnya dalam menjaga keamanan dan meningkatkan kesejahteraan di wilayah perbatasan. Kita bekerja sebagai tim yang besar untuk mengolah kawasan perbatasan,” kata Zudan.

Misi Mengoptimalkan PLBN

Dalam kesempatan tersebut, Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) Robert Simbolon menjelaskan, BNPP memiliki misi untuk mengoptimalkan PLBN, agar tidak hanya menjadi tempat perlintasan orang saja, tetapi juga harus menjadi pintu perlintasan barang yang dapat menjadi gerbang internasional perdagangan umum, khusunya kegiatan ekspor dan impor.

“Ekspor hasil olahan komoditas pertanian dan perkebunan melalui PLBN mulai merambah beberapa ke negara tetangga. Tren positif ekspor ini harus terus didorong dengan konsep PLBN sebagai Smart Border Post. Hal ini akan mempercepat pengembangan ekonomi bagi masyarakat sekitar PLBN maupun masyarakat pada daerah penyangga PLBN,” ujar Robert.

Untuk itu, pihaknya terus merumuskan sejumlah langkah mengelola Pos Lintas Batas Negara (PLBN) dengan konsep Smart Border Post. Saat ini BNPP telah mengoordinasi operasional 13 PLBN yang tersebar di perbatasan negara.

Robert mengatakan wilayah-wilayah perbatasan tersebut, hingga saat ini masih terdapat permasalahan-permasalahan terhadap penegasan garis batas (demarkasi) dan penentuan wilayah kedaulatan (delimitasi) atas masing-masing negara.

“Perbatasan Indonesia dan Malaysia, di Pulau Kalimantan, secara demarkasi masih menyisakan 9 (sembilan) segmen wilayah bermasalah, yang disebut sebagai Outstanding Boundary Problems (OBP),” kata Robert.

Robert menjelaskan segmen OBP tersebut terbagi atas dua sektor yaitu terdapat empat segmen OBP di Sektor Barat meliputi Segmen Batu Aum, Segmen D400, Segmen Gunung Raya, dan Segmen Gunung Jagoi atau Sungai Buan. “Sementara di Sektor Timur terdapat lima segmen yaitu Segmen C500-C600, Segmen B2700-B3100, Segmen Simantipal, Segmen Sungai Sinapad, dan Segmen Pulau Sebatik,” jelasnya.

Pemerintah Indonesia telah menandatangani MoU penyelesaian OBP RI – Malaysia, di dua segmen yaitu Segmen C500-C600 dan segmen Simantipal melalui Penandatanganan MoU ke-22.

MoU itu dilakukan saat Pertemuan Joint Indonesia-Malaysia on Boundary Committee on the Demarcation and Survey of the International Boundary between Malaysia (Sabah & Sarawak) and Indonesia (Kalimantan Utara & Kalimantan Barat) tahun 2019, di Kuala Lumpur, Malaysia.

Menindaklanjuti penyelesaian Outstanding Boundary Problems (OBP) RI – Malaysia itulah Kemendagri menyelenggarakan Rapat Koordinasi Persiapan Sosialisasi Upaya Penyelesaian Outstanding Boundary Problems (OBP) Segmen Pulau Sebatik dan Sinapad bulan Maret 2021 silam.

Pelaksanaan rapat dalam rangka persiapan sosialisasi kepada masyarakat terdampak serta stakeholder di Pulau Sebatik, atas hasil Survei bersama antara tim teknik kedua negara, yang menghasilkan garis serta pilar-pilar batas negara baru yang dilakukan pada tahun 2019 dan awal tahun 2020.

“Saat ini, kedua Tim Tenik Indonesia dan Malaysia, telah menyusun draft filedplan sebagai lampiran penandatangan MoU penyelesaian OBP,” ungkap Robert.

Pada OBP Segmen Sungai Sinapad, lanjut Robert, sesuai dengan resolusi penyelesaian OBP serta Action Plan dan Timeline yang telah disepakati oleh kedua negara, bahwa pelaksanaan Joint Survey OBP Segmen S. Sinapad, ditargetkan terlaksana pada tahun 2020.

Namun, akibat pandemi global (Covid-19), pelaksanaan survei bersama tersebut ditunda. Pada kesempatan yang sama, rapat koordinasi ini juga membahas terkait persiapan pelaksanaan survei bersama OBP di Segmen S. Sinapad dan sosialisasi kepada masyarakat sekitar kawasan terkait dengan pelaksanaan survei dimaksud.

“Pada prinsipnya, Tim Teknik Indonesia pada penyelesaian OBP RI-Malaysia, terus melakukan upaya-upaya agar proses penyelesaian permasalahan batas darat dapat terus berjalan dan menghasilkan hal-hal baik untuk negara,” Robert menandaskan.

Deputi Bidang Pengelolaan Infrastruktur Kawasan Perbatasan, Jeffry A. Rahawarin Jeffry A. Rahawarin mengungkapkan bahwa pihaknya terus melakukan koordinasi terkait pembangunan infrastruktur di perbatasan negara.

Diakuinya bahwa anggaran masih kurang dalam mengelola wilayah perbatasan negara yang memiliki kesulitan tinggi dengan tingkat kemiskinan yang cukup besar ini.

Karena itu, dia berharap, agar pemerintah terus menambah anggaran untuk pengelolaan perbatasan. “Hal itu agar yel ‘Jaga Wilayahnya, Sejahterakan Masyarakatnya’ bisa tercapai,” katanya.

Secara geografis wilayah negara Indonesia memiliki kawasan batas darat yang berbatasan langsung dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Timor Leste, dan Papua Nugini.

Exit mobile version