ASKARA – Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon, menegaskan Global Stoctake (GTS) haruslah didasarkan pada Common but Diferentiated Responsibility and Respective Capacities (CBDR-RC) serta memperhatikan konteks nasional dan kemudahan akses untuk pengaturan anggaran, khususnya bagi negara berkembang.
Demikian disampaikan Fadli Zon yang juga Wakil Ketua Umum Gerindra pada Pertemuan Parlemen Dunia dalam rangka COP 28 (Konferensi PBB soal Perubahan Iklim) di Dubai, Uni Emirat Arab, Kamis (6/12/2023).
COP atau Conference of Parties merupakan pertemuan rutin tahunan negara-negara yang merupakan pihak dalam Perjanjian Paris. Baru kali ini Parlemen diikutsertakan dalam pertemuan yang lebih terintegrasi di Green Zone.
Sebagai Ketua Delegasi DPR RI, Fadli Zon juga menyampaikan COP28 juga harus mencerminkan kebutuhan pendanaan iklim yang belum terpenuhi di negara-negara berkembang, dengan menggarisbawahi upaya dekarbonisasi akan mencapai kemajuan yang signifikan dengan sarana implementasi yang memadai, dan negara-negara berkembang tak boleh dipaksa memilih antara pengentasan kemiskinan atau tindakan iklim.
Oleh sebab itu menurut Fadli, inklusifitas menjadi isu sangat penting yang harus diperhatikan.
Politisi Gerindra tersebut juga mengkritik negara-negara maju, yang seharusnya segera merealisasikan komitmen pendanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global sebesar $100 miliar USD (yang dijanjikan tahun 2020) pada 2025.
Fadli juga menyampaikan seharusnya negara-negara maju dapat memimpin komitmen pengurangan emisi, terutama melalui dukungan pendanaan, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas.
Lebih jauh, Fadli Zon juga menekankan dalam konteks situasi global hari ini, upaya mitigasi perubahan iklim menghadapi hambatan yang makin sulit, khususnya dengan terjadinya perang dan konflik di berbagai belahan dunia, seperti sedang terjadi di Gaza, Palestina.
“Perang di Gaza, selain memakan korban rakyat tak berdosa, juga telah menciptakan kerusakan lingkungan. Dengan demikian menghambat, baik secara langsung maupun tidak, upaya-upaya mitigasi perubahan iklim. Perang tersebut, tak saja merupakan kejahatan kemanusiaan, tetapi juga kejahatan lingkungan hidup.” Demikian disampaikan Ketua BKSAP DPR RI tersebut.
Pada pertemuan COP28, Anggota Komisi I itu juga melaporkan langkah strategis Indonesia mengurangi emisi dan memitigasi dampak perubahan iklim, dengan berbagai cara.
Fadli menambahkan, Indonesia berkomitmen menghasilkan energi baru dan terbarukan untuk mencapai ketahanan energi nasional.
Energi terbarukan menyumbang 23% bauran energi nasional pada tahun 2025 dan 31% bauran energi nasional pada 2050. Langkah lain adalah moratorium izin pembukaan lahan untuk melindungi 66 juta hektar hutan dan lahan gambut; rehabilitasi hutan bakau seluas 600.000 hektar diharapkan selesai pada akhir tahun 2024; serta menurunkan tingkat deforestasi hingga titik terendah pada tahun 2020, yaitu sebesar 115 ribu hektar,” pungkas Fadli Zon.
Rangkaian kegiatan Pertemuan COP 28 yang diselenggarakan di Dubai dari tanggal 30 November hingga 12 Desember tersebut dihadiri sekitar 70.000 orang dari unsur pemerintah, parlemen, pihak swasta dan elemen masyarakat sipil dari negara-negara pihak Perjanjian Paris, untuk mendiskusikan langkah-langkah yang dipandang perlu dalam rangka menyikapi fenomena perubahan iklim.
Delegasi DPR RI dipimpin oleh Fadli Zon selaku Ketua BKSAP dari Fraksi Gerindra, Hafisz Thohir selaku Wakil Ketua BKSAP dari Fraksi PAN, Putu Supadma Rudana selaku Wakil Ketua BKSAP dari Fraksi Partai Demokrat, serta sejumlah Anggota BKSAP DPR RI dari lintas Komisi seperti; Bimantoro Wiyono dari Fraksi Gerindra, Dyah Roro Esti dari Fraksi Golkar, Linda Megawati dari Fraksi Partai Demokrat serta Emma Umiyatul Chusnah dari Fraksi PPP.
Editor: Husnie