Rombongan Kuda Melintasi Gunung Gede Bersama Kanjeng Ratu Kidul

Rombongan Kuda Melintasi Gunung Gede Bersama Kanjeng Ratu Kidul

ASKARA – Gunung Gede di Jawa Barat, Indonesia, memiliki sejumlah cerita mistis dan mitos. Salah satunya adalah kisah tentang Kanjeng Ratu Kidul, yang konon memiliki hubungan dengan Gunung Gede. Beberapa pendaki juga melaporkan pengalaman gaib atau suara-suara aneh di sekitar puncak. Selain itu, kepercayaan lokal dan mitos tentang roh alam juga turut menciptakan aura misteri di sekitar gunung ini.

“Gue pernah mengalami hal mistis di Gunung Gede, seinget gue dua kali, yang pertama waktu jadi tim pendahulu acara Sumpah Pemuda yang diprakasai oleh TRAMP. Saat itu, gue, (Alm) Niko, Eva (istrinya Onggal), dan (Alm) Benny Pranoto. Kita sampai di Alun-alun Suryakencana sudah malam,” tutur Eka Bama Putra, pendaki dari Elpala SMA 68 Jakarta, Minggu (10/12).

Diceritakannya, waktu mereka sampai di Suryakencana disambut angin kencang, tenda dome yang didirikan sampai berguling-guling kebawa angin, dan tiupan anginnya sampai mengeluarkan suara yang sebenarnya itu fenomena alam yang wajar, seperti kalo kita naik Gunung Semeru, di daerah Arcopodo ke atas kita sering mendengar suara angin seperti deru kereta api.

“Tapi di situ gue denger ada suara-suara aneh di sela-sela deru angin. Suara yang mirip rombongan kuda berlari diselingi ringkikannya. Ngga tau apakah bagian dari fenomena alam atau bukan, tapi yang gue inget suasana saat itu mencekam,” kenang Bama yang juga salah satu pendiri klub pencinta alam, Elpala.

Yang kedua, lanjutnya, gue juga lupa-lupa ingat sama siapa naik gunung, kalo ngga salah sama temen kuliah dari IISIP, Mukhlis Muller dan Ucok. Kita sampai di Alun-alun Suryakencana sudah sore, langsung mendirikan tenda. Suasana sore itu tenang, dan biasa aja.

“Tapi ada yang menarik perhatian, dari arah lereng Gunung Gemuruh (sebrangnya puncak Gn. Gede) ada asap mengepul, seperti orang yang sedang nabun. Saat itu kita cuma mikir itu palingan pertapa yang sedang kedinginan, padahal dilarang keras membuat api unggun di taman nasional,” kata Bama.

Sama seperti pengalaman yang pertama, saat malam mereka sudah di dalam tenda. Angin kencang berhembus, tenda yang kena hembusan angin bunyi berisik, bek bek bek bek. Tapi di antara suara-suara itu terdengar seperti ada pukulan yang teratur, seperti main gendang.

“Kita cuek aja, wong udah capek dan pengen tidur. Pas lagi setengah tidur, ada suara-suara lagi di luar tenda, suara yang mirip seperti botol air mineral kosong, diremes terus dilepas berulang-ulang. Kita memang naruh botol-botol plastik di luar tenda. Tadi sempat kepikir kayaknya ada burung yg mematuk botol-botol itu,” jelas Bama.

Bama yang merasa terganggu suara itu, beberapa kali membuka tenda dan menyenter ke arah botol-botol itu. Tidak ada siapa-siapa atau apa-apa, dan saat disenter suaranya berhenti. Tapi pas masuk lagi ke tenda muncul lagi. Akhirnya mereka putuskan untuk mengencingi botol-botol itu, dan suaranyapun lenyap.

“Nah, pas kita turun, kita ngobrol sama petugas di Pos Gunung Putri, kita ceritain pengalaman kita di atas. Kata petugasnya, saat kita naik, ngga ada orang lain, termasuk yang kita kira pertapa di Gunung Gemuruh,” kata Bama sambil tersenyum.

Exit mobile version