ASKARA – Beberapa pendaki dan pengunjung Alun-alun Suryakencana di Gunung Gede melaporkan berbagai pengalaman mistis. Beberapa saksi mengatakan mereka mendengar suara-suara aneh, melihat bayangan-bayangan tak terjelaskan, atau merasakan kehadiran gaib.
Kisah-kisah ini seringkali menciptakan nuansa misteri dan menambahkan dimensi mistis pada pengalaman di kawasan tersebut. Namun, penting untuk diingat bahwa pengalaman ini sangat subjektif dan dapat diinterpretasikan berbeda oleh setiap individu, seperti yang diceritakan pendaki kawakan Hery Latu, dari Pencinta Alam Elpala Jakarta.
Kami berempat, saya, mendiang Ismu, Gede dan Istri, masuk dari pintu Timur Alun-alun Suryakencana menuju lokasi camp di sisi barat, disambut kabut tipis, dan hujan mulai turun rintik-rintik di antara batang pohon edelweiss. Suhu yang sudah dingin semakin terasa dengan datangnya hembusan angin.
“Saat berjalan saya melihat ke punggungan di sisi kanan, dibaliknya ada trek pendakian dari Gunung Putri. Di kejauhan terlihat kalau angin datang dari arah barat sisi kiri, tempat kami berdiri meniup daun-daun di pepohonan yang berderet di ujung punggungan itu,” kata Hery C Latu, Rabu (13/12).
Tiba-tiba dari kejauhan, lanjutnya, terlihat ada sesosok tubuh yang seperti memakai baju terusan berwarna putih cerah. Warnanya berbeda dengan kabut tipis yang hadir di sekeliling pohon. Sosok itu keluar dari balik pohon besar di sebelah kanan. Gaun putihnya nampak berkibar seperti kena angin. Tapi anehnya, angin datang dari arah barat sebelah kiri jalur. Secara logika, seharusnya kibaran gaun putih panjangnya ke arah kanan. Tapi yang terlihat, kibarannya justru ke arah kiri, seolah melawan arah angin.
Dijelaskannya, situasi saat itu kabut mulai menebal, hujanpun memaksa mereka untuk memakai rain coat agar tubuh yang sudah basah karena keringat akibat dihajar oleh tanjakan tajam menjelang akhir pendakian menuju Alun-alun Suryakencana tidak semakin basah dan menyebabkan hypothermia.
“Karena ingin memastikan pandangan pada sosok itu, saya berhenti. Sedikit berteriak, saya bertanya, apa itu?” kata Hery yang juga alumni Universitas Indonesia.
Mendengar itu, mendiang Ismu, anggota Mapala UI teman Hery dalam kegiatan di alam bebas semenjak jaman kuliah dulu, ikut menghentikan langkahnya dan berdiri di sebelah kirinya. Sedangkan Gede dan istrinya berada di depannya ikut berhenti. Semua memutar badan ke kanan, melihat ke arah punggungan itu, seolah ingin memastikan apakah tidak salah lihat, sambil sedikit memicingkan mata.
“Elu lihat itu?” kata Hery sambil menunjuk pada sosok putih di kejauhan yang saat itu terlihat berada di antara dua pohon besar berwarna hijau.
Anggukan wajah, Ismu memastikan bahwa dia juga melihat sosok putih itu. Tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Memang mendiang dikenal kawan-kawannya sebagai orang yang jarang berbicara.
Di sebelahnya, Gede dan Istri juga melihat ke arah yang sama. Pria anggota Mapala UI yang pernah jadi dosen di kampus FISIP ini hanya menatap dengan datar, entah apa yang ada dipikirannya.
Wajah istrinya agak berbeda, nampak raut muka khawatir. Bukan apa-apa, selain sosok putih ini yang muncul di siang hari bolong, mungkin sekitar pukul 13.30 an, suasana kabut juga bikin merinding. Gaun putih yang dikenakan sosok itu tampak sedikit berkibar karena angin memang agak lumayan kencang.
Tak berapa lama sosok itu kembali masuk ke balik pepohonan di kejauhan dan menghilang dibalik kabut seeta lenyap dari pandangan mereka. Istri Gede langsung menarik tubuh suaminya dengan sedikit memaksa disertai wajah yang seperti kurang suka dengan pemandangan tadi. Mereka pun bergegas melanjutkan jalan di trek, menembus kabut yang semakin menebal di Alun-Alun Suryakencana.
“Sosok putih yang muncul di siang hari ini memang tidak terlihat seperti pocong, lebih mirip kisah-kisah perempuan bergaun putih panjang, hanya saja seluruh badannya tertutup gaun putih, tak terlihat muka dan rambutnya. Belakangan baru didapat cerita tentang lokasi yang kami lihat itu, kabarnya memang dikenal sebagai tempat yang angker, mungkin beberapa pendaki suka diganggu oleh penghuni alam halus disitu,” kata Hery.