Oleh : KRH Aryo Gus Ripno Waluyo, SE, SP.d, SH, C.NSP, C.CLL, C.MP, C.MTh *)
ASKARA – Polisi mengungkap penyelundupan pengungsi Rohingya ke Aceh menggunakan kapal kayu dari Bangladesh. Ongkos ‘tiket’ kapal itu Rp 7 juta hingga Rp 14 juta. Indonesia juga harus menjaga keamanan dari sindikat penyelundup manusia. Namun, karena sindikat penyelundup bekerja lintas perbatasan, maka penyelesaiannya pun harus dilakukan dengan kerja sama regional, terutama ASEAN.
“Setiap penumpang kapal yang anak dibebani membayar 50 ribu Bangladeshi taka atau kalau dirupiahkan Rp 7 juta, sedangkan dewasa sebesar 100 ribu taka atau sekitar Rp 14 juta. Apabila ditotalkan, agen mendapatkan hasil kejahatan tersebut bila dihitung kurs Indonesia sebesar Rp 3,3 miliar,”
Semakin banyak pengungsi Rohingya meninggalkan kamp-kamp pengungsian di Cox’s Bazar, pantai tenggara Bangladesh, dan menyeberangi lautan sejauh 1.800 kilometer menuju Indonesia dengan perahu reyot.
Eksodus besar-besaran etnis muslim Rohingya keluar Myanmar kembali terjadi sebagai akibat dilakukannya pembakaran desa, eksekusi, hingga pemerkosaan oleh militer Myanmar di Rakhine. Meskipun mereka harus rela membayar mahal, cara penyelundupan manusia kerap mereka gunakan karena cara formal untuk bisa masuk ke negara lain tidak dimungkinkan.
Tindakan penyelundupan manusia adalah tindak pidana dalam negara-negara yang disinggahi pengungsi Rohingya seperti Thailand, Bangladesh, bahkan Indonesia telah menjadi negara pihak. Akibatnya,
Pemerintah Thailand dan Bangladesh kerap menangkap pengungsi Rohingya yang masuk ke negaranya bahkan mengusir mereka untuk kembali ke Myanmar.
“Tidak ada peluang mata pencaharian alternatif yang tersedia dan tidak ada harapan untuk repatriasi dalam waktu dekat, di mana hal itu membuat para pengungsi putus asa untuk mencari kehidupan yang lebih baik di tempat lain.”
Padahal, sebagai pencari suaka yang terancam persekusi, etnis Rohingya dilindungi oleh hukum Hak Asasi Manusia khususnya prinsip non-refoulementn mencegah dan menegakan hukum atas terjadinya kejahatan penyelundupan manusia dengan kewajiban memberikan pengaman untuk melindungi hak-hak para pengungsi yang terancam persekusi.
“Sebenarnya ini tidak hanya di pengungsi Rohingya. Kecurigaan ada kelindan antara sindikat penyelundupan dan jalur migrasi pencari suaka ini memang menjadi dilema di semua tempat transit maupun destinasi suaka,” pemerintah mau tak mau harus menangani pengungsi yang sudah menginjakkan kaki di Aceh karena Indonesia juga terikat dengan norma-norma internasional.
Pemerintah untuk bergerak cepat. sentimen masyarakat di Aceh dan jagat maya semakin negatif terhadap Rohingya karena pemerintah bak lepas tangan pada masa awal kedatangan para pengungsi.
“Negara tidak hadir ketika para Rohingya ini baru datang sehingga peran yang seharusnya diambil oleh pemerintah justru diserahkan kepada masyarakat,” hal ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan gesekan dari masyarakat aceh dan sabang.
polisi dan nelayan Indonesia mulai berpatroli di beberapa wilayah di Aceh untuk mencegah pendaratan perahu para pengungsi. Lebih dari 1.000 warga Rohingya tiba di Indonesia bulan ini.
*) Budayawan, Penulis, Spiritualis, Advokat, Ketua DPD Jawa Timur PERADI Perjuangan
Editor: Husnie