Habiburokhman Menegaskan Tidak Ada Penyalahgunaan UU ITE sebagai “Pasal Karet”

Habiburokhman Menegaskan Tidak Ada Penyalahgunaan UU ITE sebagai “Pasal Karet”

JAKARTA, Fraksigerindra.id — Wakil Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan, dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak akan ada lagi ‘pasal karet’ yang digunakan untuk menjerat kelompok atau golongan yang berbeda pendapat dengan penguasa. Menurutnya setelah direvisi, UU ITE yang mengatur tentang informasi yang menimbulkan kebencian dijelaskan secara jelas dan spesifik.

“Ada aturan yang lebih spesifik dan jelas, sehingga tidak ada lagi ketentuan karet dalam pasal tersebut, jadi ukurannya jelas. Sehingga pasal ini semoga tidak lagi bisa digunakan untuk menjerat orang yang berbeda pendapat dengan penguasa,” jelas Habib, Selasa (12/12/2023).

Pernyataan tersebut dia ungkapkan saat acara Diskusi Forum Legislasi dengan tema ‘Revisi UU ITE Disahkan, Upaya Perkuat Sistem Keamanan Transaksi Elektronik’ Acara ini terselenggara atas kerjasama Biro Pemberitaan Parlemen dengan Koordinatoriat Wartawan Parlemen.

Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menjelaskan, bahwa UU ITE yang telah disahkan DPR RI bersama dengan Pemerintah merupakan wujud kehadiran negara melindungi warganya dalam transaksi elektronik. “Negara bisa hadir lebih cepat membantu masyarakat yang menjadi korban tindak pidana transaksi elektronik,” ungkap Habib.

Dia menjabarkan, sebelumnya banyak regulasi yang mempersulit penindakan tersebut. Habib pun berharap agar pemerintah bisa merespon cepat untuk membuat aturan turunannya, berupa Peraturan Pemerintah (PP). “Saya pikir ke depan kita tinggal menunggu peraturan pemerintahnya diterbitkan, agar apa yang diatur di dalam undang-undang ini bisa dieksekusi,” harapnya.

Habib memperinci, ada dua pasal yang tidak terkait langsung dengan transaksi elektronik, di antaranya soal pencemaran nama baik dalam Pasal 27, dan penyampaian informasi yang menimbulkan kebencian berbasiskan suku, agama, ras, etnis, dan sebagainya. “Itu dua revisi yang menurut kami sangat positif,” ujar Habib.

Dia mengungkapkan, Pasal 27 sudah dua kali direvisi pada 2016, hukuman di atas lima tahun menjadi empat tahun, bahkan sekarang menjadi dua tahun. “Jadi orang yang dibidik dengan pasal ini tidak bisa dikenakan penahanan sebelum vonis. Yang kedua Pasal 28, suku, agama, ras, dan antar golongan diperbaiki. Golongannya dibuat lebih spesifik dan jelas,” jelas Habib.