Tantangan Kestabilan Geopolitik

Tantangan Kestabilan Geopolitik

Potensi Konflik Bersenjata di Laut Natuna Utara
45% dari seluruh perdagangan dunia melewati laut Indonesia. Bahkan, sebagian alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) seperti Selat Malaka dinilai sebagai salah satu alur laut paling strategis di dunia.
Jika ada konflik bersenjata yang terjadi di ALKI maka akan sangat berdampak tidak hanya untuk Indonesia tapi juga untuk seluruh negara-negara dunia. Jika meletus, konflik ini bisa mengancam kelancaran rantai pasok pangan, energi, dan perdagangan dunia terutama Asia Timur.
Karena itu, saya sangat memperhatikan perkembangan tensi geopolitik yang terjadi antara dua negara adikuasa yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok atas Taiwan. Beberapa ahli militer Amerika percaya bahwa konflik bersenjata untuk mempertahankan status quo Taiwan adalah “hal yang tidak terelakkan” dan “dapat terjadi dalam waktu dekat.”
Dalam semua skenario konflik Taiwan yang disimulasikan oleh ahli-ahli geostrategi dan perang, penguasaan atas ALKI menjadi sangat penting terutama jika perang berlangsung dengan durasi panjang sehingga membutuhkan pengapalan logistik dari Timur Tengah.
Indonesia sebagai penguasa ALKI juga dalam posisi yang sulit karena apapun yang kita lakukan atau tidak lakukan bisa dinilai menguntungkan bagi salah satu pihak dalam konflik ini.

Ancaman Pandemi Baru
Selain menyebabkan kekeringan dan hujan ekstrim, perubahan iklim juga mencairkan lapisan es bumi yang telah beku selama ribuan bahkan puluhan ribu tahun.
Karena itu, banyak ahli menyampaikan meningkatnya suhu bumi juga akan membuka kemungkinan aktifnya kembali virus-virus dari masa lalu, yang dapat menyebabkan merebaknya pandemi baru untuk manusia, hewan, atau tumbuhan.
Sebagai bangsa yang baru saja pulih dari pandemi COVID 19, masih segar di ingatan kita bagaimana sulitnya masa-masa pandemi. Indonesia perlu melakukan investasi besar-besaran di infrastruktur kesehatan untuk siap menghadapi pandemi berikutnya.

Perlambatan Ekonomi Global
Di awal buku ini saya sampaikan, untuk keluar dari perangkap negara menengah kita perlu tumbuh di atas 6% setiap tahun. Target pertumbuhan ini tentu akan mudah jika negara-negara lain juga tumbuh seperti kita.
Namun yang saat ini terjadi adalah pelemahan ekonomi dan kemungkinan resesi negara-negara maju. Ini menyulitkan kita karena menekan laju permintaan produk ekspor Indonesia dan meningkatkan suku bunga acuan, sehingga memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah.

Meningkatnya Populasi
Dengan hampir 280 juta penduduk, Indonesia saat ini adalah negara nomor 4 dengan penduduk terbanyak di dunia.
Namun dengan pertumbuhan penduduk 1,1% per tahun, dalam waktu dekat posisi Indonesia akan tergantikan oleh Nigeria yang jumlah penduduknya akan lebih banyak dari kita.
Diperkirakan di tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 324 juta jiwa. Ini artinya dalam 20 tahun akan ada tambahan 44 juta jiwa – hampir sama dengan ketambahan satu provinsi Jawa Barat baru.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia dan Indonesia, dibutuhkan tambahan 56% produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan 10 miliar populasi dunia di 2050. Untuk memenuhi tambahan kebutuhan ini, dibutuhkan luas lahan pertanian tambahan setara 2x dari luas negara India. Pemenuhan pangan untuk semua akan sangat menantang.
Dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan iklim, negara-negara akan semakin memprioritaskan produksi pangan untuk kebutuhan sendiri. Artinya kebutuhan Indonesia untuk swasembada pangan semakin urgen.
Tidak hanya itu, kita juga harus menyediakan lapangan kerja, sekolah, rumah sakit, sanitasi, rumah, dan segala infrastruktur pendukung lainnya agar seluruh penduduk Indonesia dapat hidup dengan layak. Ini bukan hal yang mudah.

Source link