Berjuang Sama Saya Kapten TNI Anumerta Sudaryono

Berjuang Sama Saya Kapten TNI Anumerta Sudaryono

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Kisah selanjutnya yang ingin saya ceritakan adalah tentang komandan saya pada saat melaksanakan operasi pertama sebagai Letnan Dua, di daerah Timor Timur pada tahun 1976.

Pada awal tahun 1976 saya berada di pasukan Nanggala 10 di bawah Komando Mayor Inf. Yunus Yosfiah. Saya berangkat sebagai perwira intelijen. Namun, karena banyak kontak tembak dan beberapa perwira kena tembak, akhirnya saya ditunjuk sebagai Wakil Komandan Unit C. Komandan Unit C adalah Letnan Satu Sudaryanto. Satu unit saat itu berjumlah 20 orang terdiri dari dua kelompok: kelompok serbu dan kelompok pembantu.

Sebagai Wadan Unit, saya memimpin kelompok pembantu yang terdiri dari satu pucuk mortir enam dan satu pucuk rocket launcher.

Sebagai wakil, saya berada di belakang dan Letnan Satu Sudaryanto sebagai Komandan berada di depan. Letnan Satu Sudaryanto adalah perwira berasal dari Tamtama. Setelah dia lulus Secaba dan Secapa, akhirnya menjadi Letnan Satu. Wajahnya terlihat masih muda padahal usianya waktu itu mungkin sudah di atas 30 tahun. Karena ia cemerlang, akhirnya meski berasal dari Tamtama, cukup cepat dia menjadi perwira dan Letnan Satu. Orangnya gagah, selalu senyum, fisiknya kuat dan sangat pemberani.

Pada satu gerakan, kita menyeberangi sungai untuk merebut ketinggian di atas Kota Maubara. Unit kita terlibat kontak tembak sesudah menyeberangi sungai kurang lebih pukul 19.00.

Kurang lebih 10 menit setelah berhasil menyeberangi sungai dari arah Barat, kita terlibat kontak tembak dengan kelompok gerilya. Tembak-menembak terjadi. Kontak tembak-menembak mungkin beberapa menit saja, tetapi terasa cukup lama. Ternyata Letnan Sudaryanto tertembak karena dia berada di barisan paling depan dalam kontak tersebut.

Letnan Sudaryanto meraung-raung berada di antara musuh dan garis kita. Dalam kontak itu, anak buah kita terpukul mundur dalam beberapa meter. Kami bertahan dalam sebuah parit.

Pada saat dia terluka, dia memanggil anak buahnya. Saya yang berada di belakang, ikut dipanggil juga. Saya putuskan saya sendiri yang merayap ke depan, walaupun berbahaya karena musuh masih banyak di depan. Tembak-menembak masih terjadi. Waktu itu sudah gelap gulita, tetapi kalau beliau tidak diambil, berarti kami mengecewakan komandan dan moril pasukan akan turun.

Saya berusaha untuk menarik Letnan Sudaryanto. Ternyata badannya cukup berat. Saya kewalahan. Akhirnya beberapa anak buah bergabung dan bersama-sama menyeret Letnan Sudaryanto kembali ke garis belakang.

Dalam posisi luka, saya melaporkan ke pimpinan. Namun, karena gelap, tidak ada heli yang bisa turun. Beliau bertahan sampai pukul 03.00, tetapi akhirnya beliau gugur dalam pelukan saya. Saya tidak bisa lupa komandan saya mengembuskan napas terakhir dalam pelukan saya.

Nilai yang saya ambil dari Letnan Sudaryanto, sekali lagi adalah keberaniannya. Ia memimpin dari depan, selalu riang gembira dan selalu berhasil menjaga moril anak buahnya.

Source: https://prabowosubianto.com/berjuang-sama-saya-kapten-tni-anumerta-sudaryono/