Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Strategi Transformasi Bangsa: Menuju Indonesia Emas 2045]
Program Hasil Terbaik Cepat 3: Mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional.
Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, kita harus produksi lebih banyak makanan. Ini adalah keniscayaan. Jika negara tidak mampu produksi dan tidak mampu memastikan ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas pangan maka akan terjadi kekacauan. Sejarah baru-baru ini telah membuktikan kepada kita, bagaimana setiap negara itu pada hakekatnya berkepentingan untuk menyediakan pangan untuk rakyat-nya sendiri.
Saat ada bencana pandemi COVID 19, dan baru-baru ini dengan kekeringan El Nino yang melanda negara-negara produsen dan eksportir pangan, mereka yang biasanya ekspor menutup keran ekspornya. Misalkan, saat ini India adalah eksportir beras terbesar di dunia. Kemarin saat kekeringan melanda India karena El Nino, India pun menutup keran ekspor beras.
Agar Indonesia jadi negara yang kuat, dan agar kemajuan yang kita capai selama ini bisa kita pertahankan, mau tidak mau kita harus swasembada pangan. Kita harus produksi beras di tanah Indonesia. Kita harus produksi pengganti gandum di tanah Indonesia. Kita harus produksi cukup protein di tanah, air dan laut Indonesia. Guna mencapai swasembada pangan, terutama untuk komoditas tanaman pangan, dibutuhkan peningkatan produktivitas lahan pertanian melalui berbagai program intensifikasi lahan.
Kita bisa tingkatkan produktivitas lahan pertanian yang sudah ada dengan bibit unggul, dengan pupuk yang tepat, dengan cara tanam yang baik, dan juga menurut saya sangat penting adalah dengan memastikan lahan-lahan pertanian kita teririgasi dengan baik.
Saat ini hanya sekitar 30% lahan pertanian Indonesia teririgasi. Artinya 70% bergantung dengan cuaca. Jika tidak cukup hujan, maka hasil tidak maksimal. Jumlah lahan teririgasi harus kita tingkatkan. Kita harus bisa seperti Tiongkok, di mana 52% lahan pertanian di sana teririgasi sepanjang tahun. Artinya petani beras bisa panen tiga kali setahun.
Negara harus hadir bantu petani cari sumber-sumber air. Saya sudah buktikan di Universitas Pertahanan (UNHAN), anak- anak kita sekarang bisa dengan efektif mencari sumber- sumber air baru. Di daerah yang air tanahnya melimpah, kalau perlu kita pompa air dari tanah. Kita juga bisa gunakan pompa-pompa bertenaga surya agar biayanya tidak mahal.
Selain intensifikasi, kita juga perlu ekstensifikasi lahan. Setiap tahun kita kehilangan puluhan, bahkan ratusan ribu hektar lahan sawah untuk properti dan kegunaan lainnya. Kita harus ganti lahan-lahan ini dengan lahan pertanian baru.
Kedua program ini perlu kita lakukan di level desa, kecamatan, kabupaten/kota, dan nasional secara efektif, terintegrasi, dan berkelanjutan. Ini perlu kita lakukan untuk padi, jagung, kedelai, singkong, tebu, sagu, dan sukun. Minimal kita perlu tambahan 4 juta ha luas panen tanaman pangan tercapai pada tahun 2029.
Tentunya saya paham upaya kita untuk mencetak lahan pertanian baru pasti akan menemui kritik dan cibiran. Membuka lahan baru tidak mudah. Butuh sekian kali panen sebelum kita bisa mencapai hasil yang optimal. Bahkan di daerah-daerah tertentu, daerah-daerah dengan kualitas tanah marginal, mungkin butuh beberapa tahun sampai kita bisa mencapai hasil yang baik atau layak secara komersial. Usaha ini bukan usaha yang besok mulai, lusa selesai.
Tapi kalau kita tidak mulai sekarang, kalau kita tidak berdarah- darah sekarang, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi mungkin kita akan menghadapi krisis pangan yang goncang stabilitas negara kita. Walaupun susah, walaupun banyak yang mencibir, kita harus terus upaya untuk produksi semua kebutuhan kita di dalam negeri. Karena kalau tidak, keberlangsungan bangsa kita, keberlangsungan negara kita taruhannya.