Di tengah Jawa Barat, dapur Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Pesantren Persatuan Islam (Persis) di Tarogong, Garut, tidak hanya memberi makan siswa. Dapur ini membangun rantai pasok berbasis masyarakat, di mana orang tua siswa menjadi pemasok utama makanan, dan siswa sendiri menjadi penerima langsung dari Program Unggulan Presiden Prabowo Subianto yang cepat dan berdampak tinggi (PHTC).
“Hampir semua bahan makanan kami berasal langsung dari keluarga siswa – dari sayuran dan buah-buahan hingga daging sapi dan unggas,” kata Hj Ida Rogayah, Kepala Koki Dapur Persis Garut MBG, pada Kamis (15 Mei). “Kami membeli langsung dari mitra kami, kebanyakan dari mereka adalah orang tua siswa sendiri.”
Integrasi pasok dan konsumsi ini membuat pelaksanaan menjadi lancar. Unit Layanan Pemenuhan Gizi Sekolah (SPPG) memiliki 47 staf dapur – kebanyakan dari mereka sudah berpengalaman dalam menyiapkan makanan harian untuk siswa asrama. “Satu-satunya perubahan sejak MBG dimulai adalah perhatian kami yang lebih intens untuk memenuhi standar gizi yang ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional,” tambah Hj Ida.
Meskipun dapur MBG resmi mulai beroperasi ketika program diluncurkan secara nasional pada 6 Januari 2025, uji coba telah dilakukan sejak Desember 2024. Administrasi sekolah mengubah ruang olahraga (GOR) menjadi fasilitas persiapan makanan yang lengkap. “Kami mengubah gymnasium menjadi dapur,” kata Ustadz H Mohammad Iqbal Santoso, direktur sekolah (Mudir Am), yang bertemu dengan pejabat pemerintah yang berkunjung sambil ditemani pemimpin sekolah lainnya karena masalah kesehatan.
Ahli gizi Siti Nurbayati Solihah, yang mengawasi kepatuhan menu, menekankan komitmen tim terhadap kualitas makanan. “Kami menolak bahan baku yang tidak memenuhi standar. Baru-baru ini, kami harus mengembalikan sejumlah sawi yang sedikit layu,” jelasnya, didampingi oleh Saefullah Rahmat, kepala unit SPPG Persis Garut.
Setelah lima bulan berjalan, dapur telah beroperasi tanpa keluhan dari siswa atau keluarga mereka. “Kadang-kadang anak-anak kecil di taman kanak-kanak atau sekolah dasar tidak suka makan sayuran pada awalnya,” kata Ustadzah Ainurjannah, pembimbing sekolah dan istri Ustadz Iqbal. “Tetapi seiring waktu, keluhan tersebut memudar. Memperkenalkan sayuran adalah bagian dari edukasi gizi yang lebih luas yang kami berikan.”
Deputi I Kantor Komunikasi Presiden (PCO), M Isra Ramli, yang mengunjungi dapur bersama penasihat senior dan junior, mencatat bahwa operasi MBG di sekolah telah memenuhi standar SOP nasional. “Keamanan pangan adalah masalah yang sensitif. Kami akan terus mengevaluasi dan menyempurnakan sistem untuk mencapai nol kecelakaan,” katanya.
Delegasi juga mengunjungi fasilitas pemanggangan kopi dan merek kafe modern Kopi 76, yang dioperasikan oleh alumni pesantren. Mereka melakukan diskusi dengan ratusan guru dan siswa selama tur.
Sebelumnya, kelompok tersebut menyapa siswa SD/Ibtidaiyah Persis Garut. Namun, karena kunjungan berlangsung pada hari Kamis, banyak siswa sedang melaksanakan puasa sunnah Senin-Kamis. Akibatnya, hidangan MBG tidak dikonsumsi di tempat tetapi dibawa pulang untuk berbuka. “Itulah mengapa menu MBG pada hari puasa dirancang untuk masa simpan – roti, buah, dan susu kemasan,” kata kepala dapur.
Juga hadir Didit Fajar Putradi, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Garut, mewakili kepemimpinan kabupaten. Ia memuji fokus lokal program ini. “Di Garut, sekarang kami memiliki 19 unit SPPG yang beroperasi di 14 kecamatan dan 19 desa, masing-masing mampu melayani sekitar 3.000 hidangan per hari,” katanya.
“Namun kami membutuhkan lebih dari 300 dapur MBG. Pemerintah daerah Garut berkomitmen untuk mendukung program nasional ini. Kami akan memobilisasi instansi lokal dan administrasi desa untuk mengidentifikasi lahan untuk pengembangan dapur. Pemerintah pusat menyediakan pendanaan, dan kami menangani infrastruktur,” tandas Didit.