Di bawah sorotan megah Allianz Arena pada Minggu (1/6/2025), sebuah nama muda mencuat tinggi, Desire Doue, permata berusia 19 tahun yang menari di atas panggung final Liga Champions seperti seorang maestro yang tak terpengaruh gemuruh dunia. Laga itu bukan sekadar final, melainkan sejarah yang ditulis ulang. Paris Saint-Germain menggulung Inter Milan dengan skor telak 5-0, dan di tengah badai kemenangan itu, Doue bersinar paling terang. Dua gol dan satu assist menjadi saksi bisu kelahiran legenda baru, sebuah performa yang tak hanya memukau mata, tapi juga mengguncang hati para pencinta sepak bola sejagat. Dari lorong-lorong akademi Stade Rennais, tempat ia mulai menggenggam mimpi sejak usia lima tahun—hingga pelataran megah Eropa, perjalanan Doue adalah kisah tentang waktu yang tak terburu-buru, namun selalu pasti. Gol perdananya di Ligue 1 tercipta saat usianya baru menginjak 17 tahun, menjadikannya pemain kelahiran 2005 pertama yang mencetak gol di lima liga besar Eropa. PSG meminangnya pada Agustus 2024 dengan mahar 50 juta euro, investasi yang kini tampak begitu murah melihat dampak yang ia berikan. Dalam 16 laga sebelum final, ia telah menyumbang 5 gol dan 4 assist—dan malam final, ia menulis namanya dengan tinta emas. “Desire” adalah harapan. “Doue” artinya berbakat. Namanya sendiri adalah puisi, dan malam itu ia menjadikannya nyata. Ia bukan sekadar pemain, melainkan simfoni yang hidup, membawa PSG menuju kejayaan dan menorehkan dirinya sebagai pemain terbaik final Liga Champions 2024/2025. Sang bocah yang dulu berlari kecil di lapangan rumput akademi kini telah menjadi ikon baru sepak bola Eropa. Dan dunia, seakan baru mulai mengenal Desire Doue.
