ASKARA – Pertengahan tahun 1989 saya melihat sebuah iklan di kota sore Sinar Harapan, tentang lowongan karikaturis di koran tersebut. Saya mendaftar dan ikut tes dengan sekitar 50 para pelamar. Saya berdua dengan Puji Witarno (kawan sejurusan dan sekelas di FSRD ISI Yogyakarta) masuk final, dan akhirnya sayalah yang diterima. Puji Witarno diterima kerja di majalah SWA grup Tempo.
Saya baru “ngeh” kenapa di koran Sinar Harapan yang sudah ada karikaturisnya , yaitu Pramono (salah satu maestro kartunis Indonesia), kok masih mencari seorang karikaturis lagi ? Ternyata saya baru tahu kalau Sinar Harapan baru saja kehilangan karikaturis muda terbaiknya dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa karena sakit. Pramono memang sedang mencari menyiapkan karikaturis muda untuk menggantikannya nanti manakala sudah pensiun. Ini suatu planning yang luar biasa. Sebetulnya Thomas Lionar ini yang digadang untuk melanjutkan regenerasi karikaturis muda di Sinar Harapan, namun rencana Tuhan lain dengan rencana manusia.
Saya tidak kenal sosok pribadi Thomas Lionar, namun dengan melihat karyanya, saya sudah bisa menilai bahwa karya-karya nya hebat, teknis mau pun ide-idenya yang brilian. Saya dulu sempat melihat style karya Thomas ini saya kira karya dari karikaturis luar negeri, karena selain dari style gambar juga dari namanya. Sewaktu almarhum belum bekerja di koran Sinar Harapan, karyanya sudah banyak menyebar dimuat di berbagai majalah di Jakarta, misalnya dimuat majalah STOP , tabloid MUTIARA , dengan inisial nama TOM. Saya baru paham kalau TOM itu ya Thomas Lionar.
Melihat karya Thomas Lionar saya banyak belajar dari padanya. Meski pun sudah almarhum namun karyanya kadang ada tema-tema yang tetap tak lekang oleh waktu (timeless). Sindiran satire lewat goresan yang khas dengan “sanepo” atau metafora yang cerdas, membuat karya Thomas Lionar ini banyak dilihat orang dan disukai oleh orang banyak, bukan hanya nasional tetapi juga Internasional. Hal ini dibuktikan pada majalah kartun di Amerika , Witty World, nama Thomas Lionar masuk ranking di atas kartunis dunia Ranan Lurie. Ini sangat luar biasa meroket, mendunia.
Melihat dari foto profile dirinya yang berkacamata tebal, saya bisa menilai bahwa almarhum adalah seorang kutu buku, sehingga Thomas punya wawasan luas dan literasi untuk referensi dalam membuat karyanya.
Thomas, saya tidak mengenal secara pribadi, tetapi saya sangat kagum oleh karyamu yang cerdas nan brilian, dan saya punya fotocopy dari karya-karyamu sebagai “kamus literasi karikatur” untuk pembelajaran para kartunis di Indonesia, termasuk saya. Damai di Surga ya Thomas Lionar.
Gatot Eko Cahyono (Gatote), mantan karikaturis koran Suara Pembaruan)
Cilandak, Jakarta, 12 Desember 2023. – Editor: Theo Agoy