Direktur Eksekutif Center for Budget Analisis (CBA) Uchok Sky Khadafi menanggapi ramainya pemberitaan terkait Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Jika sudah sampai banyak pemberitaan bahkan hingga ada aksi massa, harusnya segera ambil tindakan oleh aparat hukum untuk memanggil pejabat-pejabat LPEI tersebut,” kata Uchok, dalam keterangan yang diterima, Sabtu (4/11).
Menurutnya, hal itu sangat perlu, agar tidak ada kesimpangsiuran dan ketidakadilan di masyarakat. Aparat hukum seperti KPK atau Kejaksaan Agung harus segera tanganin kasus ini agar terang, jangan terlalu lama masyarakat dibuat menerka-nerka,” katanya.
Beberapa waktu lalu, puluhan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Pergerakan Mahasiswa dan Masyarakat Indonesia (APMMI) menggelar aksi demo di depan gedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Pasar Baru, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Mereka menyoroti kinerja Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), BUMN di bawah Kemenkeu, yang belakangan banyak digugat oleh debitur.
“Dalam catatan kami, ada 117 kasus yang menyeret LPEI, berdasarkan data direktori putusan MA. Terdapat debitur dari berbagai daerah seperti Semarang, Sleman, Boyolali, Surabaya, Jakarta menggugat LPEI ke pengadilan negeri,” ungkap Koordinator aksi, Daud.
Melihat apa yang terjadi, menurutnya patut dipertanyakan, apa yang salah dengan governansi dan transparansi di LPEI. Di mana LPEI sebagai emiten efek atau perusahaan yang surat utangnya tercatat di pasar modal, telah gagal menjaga dua hal terpenting di pasar modal, yaitu trust dan likuiditas.
“Jika melihat sejumlah kasus yang menimpa para pelaku usaha, maka patut diduga di dalam tubuh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia banyak Oknum LPEI yang memang mencari keuntungan secara tidak halal, asal dapat untung dan tidak ada upaya mempertahankan kepercayaan publik,” ujarnya.
“Kita bisa baca di berbagai media di tanah air terkait keterlibatan oknum-oknum pejabat di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang dihukum karena korupsi. Kendati sudah banyak pejabat oknum LPEI masuk penjara, namun ternyata praktek menguasai aset debitur LPEI terus terjadi hingga kini dengan pola yang hampir sama,” tambahnya.
Terkait banyaknya pelanggaran yang terjadi, Daud berharap agar Menteri Keuangan dan Kejaksaan Agung patut menyelidiki oknum-oknum yang bermain sehingga merusak iklim usaha di republik ini.
“Contoh, ada jaminan aset yang nilainya jauh di atas harga pasaran, namun oleh oknum-oknum di LPEI dijual dengan harga yang jauh di bawah harga pasar. Dan gilanya, LPEI sendiri yang membeli aset-aset debitur,” ucapnya.
Dikatakannya, LPEI yang seharusnya membimbing dan membina, malah membinasakan para pelaku usaha demi kepentingan oknum-oknum LPEI yang mencoba meraih prestasi dengan menghalalkan segala cara.
“Patut diduga mereka memperkaya diri dan menguntungkan LPEI secara lembaga agar dapat penilaian baik kendati melanggar aturan,” tandasnya.
Kerugian di LPEI yang terjadi selama ini, kata Daud patut diduga coba ditutupi dengan mempailitkan debitur yang memiliki aset besar untuk mengurangi kerugian LPEI. Untuk itu mereka mendesak agar Menteri Keuangan menurunkan Tim Inspektorat Kementrian Keuangan, bekerjasama dengan Kejaksaan Agung untuk membongkar jaringan mafia di LPEI.
Dalam aksi tersebut, mereka menyampaika dua pernyataan sikap yakni, menuntut agar seluruh Direksi LPEI dinonaktifkan agar dapat menjalani pemeriksaan. Kemudian menuntut agar aset-aset perusahaan kreditur yang dipailitkan atau dilelang agar dinilai kembali secara transparansi sehingga tidak merugikan pelaku usaha.
Sementara, hingga saat ini pihak LPEI belum memberikan klarifikasi terkait dugaan yang tengah disoroti berbagai pihak.
Editor: Theo Agoy