ASKARA – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan kekecewaan kepada Pimpinan MPR RI yang tidak dapat hadir dalam acara Penyampaian Maklumat Presidium Konstitusi dan Pimpinan DPD RI terkait upaya kembali ke UUD 1945 naskah sebelum Amandemen 1999-2002.
LaNyalla menyebut tindakan pimpinan MPR tidak layak sebagai tauladan kenegaraan. Meski demikian, LaNyalla menegaskan Dewan Presidium Konstitusi akan terus konsisten untuk memperjuangkan Pancasila untuk kembali menjadi identitas Konstitusi yang utuh, sebagai niat yang tulus untuk Indonesia.
“Hari ini kita mencatat. Bahwa penyampaian Maklumat Dewan Presidium Konstitusi hanya diterima oleh anggota-anggota MPR RI. Ini membuktikan Pimpinan MPR RI tidak berpihak kepada utusan-utusan rakyat yang hari ini hadir. Ini bukan tauladan yang baik,” ujar LaNyalla dalam Closing Statement Penyampaian Maklumat Dewan Presidium Konstitusi di Gedung Nusantara IV, Komplek MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta, Jumat (10/11).
Disampaikan LaNyalla, sebenarnya Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo mengikuti proses persiapan acara penyerahan Maklumat tersebut. Bahkan ikut hadir di dalam Rapat Koordinasi pada tanggal 26 Oktober 2023 di Jakarta.
“Tetapi hari ini, kita saksikan sendiri, saudara Bambang Soesatyo tidak hadir di sini. Melalui suratnya, saudara Bambang Soesatyo menyatakan tidak bisa hadir atas dasar kesepakatan para Pimpinan MPR RI, dan meminta penundaan waktu untuk penyesuaian jadwal bersama,” katanya.
Hal itu, menurut LaNyalla, merupakan bukti nyata bahwa kedaulatan rakyat telah dirampok oleh segelintir orang yang berlindung di balik baju kelompok. Karena Undang-Undang Dasar hasil Amandemen di tahun 2002, memang telah mengubah kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai politik. Sehingga, mereka yang mengatasnamakan wakil rakyat sejatinya adalah wakil partai politik.
“Hal ini semakin menambah keyakinan bahwa kedaulatan rakyat wajib hukumnya untuk dikembalikan kepada rakyat. Sebab negara ini bukan milik kelompok atau golongan, namun milik rakyat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote,” katanya.
Penjelmaan rakyat yang diwakili oleh kalangan dari organisasi-organisasi sosial masyarakat, serikat-serikat, kaum profesional, akademisi, mahasiswa, para raja, sultan dan masyarakat adat Nusantara telah sampai pada satu titik. Yaitu mengembalikan Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan negara.
Oleh karena itu, LaNyalla meminta semua pihak untuk menyuarakan dan mengajak sebanyak mungkin elemen-elemen rakyat Indonesia lainnya, untuk bersama dalam satu kesadaran kolektif bangsa bahwa Indonesia harus lebih baik.
“Kita semua harus jujur dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai agung yang terkandung di dalam Pancasila. Nilai-nilai yang memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara. Bukan kepentingan kelompok. Atau kepentingan politik yang semata untuk meraih kekuasaan, tetapi melupakan amanat rakyat,” paparnya.
Ditambahkan olehnya, mewujudkan kedaulatan rakyat harus menjadi tujuan utama karena rakyat sebagai pemilik negara harus menentukan arah perjalanan bangsa ini. Dimana penjelmaan rakyat tersebut diwujudkan dalam Lembaga Tertinggi Negara, yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Menurut LaNyalla, Dewan Presidium Konstitusi di bawah arahan Wakil Presiden RI ke-VI, Try Sutrisno akan terus berjalan. Mendesak dan mendobrak sekat-sekat penghalang. Dewan Presidium Konstitusi juga akan mengumumkan kepada Rakyat Indonesia, siapa saja yang tidak setuju dan siapa saja yang menghalangi bangsa dan negara ini untuk kembali ke Pancasila.
“Dan Indonesia akan mencatat. Siapa saja pengkhianat Pancasila. Siapa saja yang menghalangi bangsa dan negara ini untuk kembali ke Pancasila. Dan kita harus siap menghadapi perjuangan yang lebih berat, karena kita berhadapan dengan bangsa sendiri yang menjadi pengkhianat Pancasila,” tegasnya.
Maklumat yang diserahkan Try Sutrisno dengan didampingi Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Guru Besar Filsafat UGM Prof Kaelan, Ketua Umum PP Pemuda Panca Marga Berto Izaak Doko, Wakil Perempuan Mirah Sumirat, serta wakil Ulama KH Fadholi Muh Ruham, diterima oleh anggota MPR RI, M Syukur (Jambi), Bustami Zainuddin (Lampung), Alirman Sori (Sumbar), Bambang Santoso (Bali), Fachrul Razi (Aceh) dan Sylviana Murni (DKI Jakarta).
Hadir dan mendukung Maklumat Presidium Konstitusi antara lain, Prof Hafidz Abbas (Mantan Anggota Komnas HAM), Siti Fadilah Supari (Mantan Menteri Kesehatan), Margarito Kamis (pengamat politik), Asrul Azis Taba (pengusaha), Batara R Hutagalung (sejarawan), Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto (Mantan KSAD), Suko Sudarso (tokoh masyarakat), Ida R Kusdianti (perwakilan emak-emak).
Tampak pula Prof Sofian Effendi (Mantan Rektor UGM), Chusnul Mar’iyah (aktivis perempuan), PYM Edward Syah Pernong (Raja Sekala Brak, Lampung), Romo Asun Gotama (Wakil Sekjen WALUBI), Laksamana TNI (Purn) Slamet Subianto (Mantan KSAL), Indra Bambang Utoyo (FKPPI), Nurhayati Assegaf (Mantan Anggota DPR), Gus Aam Wahab Hasbullah (cucu pendiri NU), KH Ali Badri Zaini (ulama Jawa Timur), Mirah Sumirat (Presiden Asosiasi Pekerja Indonesia), Togar M Nero (perwakilan Pemuda Pancasila), Prof Son Diamar (ITB), Prof Daniel M Rosyid (ITS), para Raja dan Sultan Nusantara, serta sejumlah mahasiswa dan elemen-elemen masyarakat lainnya.(*)
Editor: Husnie