ASKARA – Mewujudkan kemandirian desa sebagai kekuatan ekonomi bangsa dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada di dalamya, baik dari potensi kekayaan alam maupun budaya adalah salah satu hal yang jadi perhatian DPD RI. Yakni memastikan bagaimana daerah mampu mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan.
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti saat hadir di acara “Sarasehan dan Serap Aspirasi Masyarakat Asosiasi Kepala Desa Kabupaten Madiun” bertajuk “Otonomi Desa untuk Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat”, Rabu (22/11/2023), di Kantor Bupati Madiun itu mengatakan, salah satu hal yang harus dapat dilakukan pemerintah desa adalah dengan melakukan optimalisasi terhadap keberadaan dan peran Badan Usaha MiliK Desa (BUMDes).
“DPD RI secara khusus mendorong optimalisasi BUMDes, sebab keberadaan BUMDes telah diatur dalam Peraturan Pemerintah dan sudah efektif berlaku. BUMDes yang kuat, dapat menghilangkan posisi tengkulak. Karena itu pendirian BUMDes sangat penting bagi kemandirian ekonomi desa,” kata LaNyalla.
Ia memberi contoh, misalkan ada satu proses produksi yang bisa dikelola BUMDes tentu jauh lebih baik daripada dikelola oleh individu orang per orang. Karena BUMDes bisa melibatkan banyak orang dan mampu berkontribusi menambah Pendapatan Desa. BUMDes juga bisa memotong permainan para Tengkulak yang memainkan harga pasar. Selama ini petani dengan lahan kecil atau peternak kecil, hanya memiliki akses pasar ke para tengkulak.
“Jika BUMDes bisa mengorganisir petani-petani dengan lahan kecil, lalu menjual hasil pertanian atau perkebunannya langsung ke Bulog, pasti Tengkulak tidak mampu memainkan harga. Dan para petani kecil mendapatkan hasil penjualan yang lebih layak. Di satu sisi, BUMDes juga menjadi besar, dengan basis ekonomi kerakyatan. Dan pada akhirnya, desa sebagai kekuatan ekonomi benar-benar terwujud,” ujar LaNyalla.
Terkait upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat atau kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, LaNyalla mengatakan dirinya bersama DPD RI menawarkan peta jalan untuk mencapai hal itu secara nasional. Yakni dengan cara kembali menerapkan sistem bernegara yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa.
Sistem bernegara rumusan para pendiri bangsa itu menempatkan negara berada pada posisi sangat berdaulat atas kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, air dan isinya. Negara juga menguasai cabang-cabang produksi penting bagi hajat hidup orang banyak. Sehingga ada batasan yang tegas, mana sektor public goods yang harus dikuasai negara dan mana sektor commercial goods yang boleh dikuasai orang per orang.
“Ini adalah rumusan sistem yang belum pernah secara murni diterapkan di era orde lama dan orde baru, namun sudah dihapus total dari dalam Konstitusi negara pada saat bangsa ini melakukan amandemen undang-undang dasar pada tahun 1999 hingga 2002 silam,” kata LaNyalla.
Sejak penggantian konstitusi dari naskah asli menjadi undang-undang dasar hasil perubahan pada tahun 2002 silam, negara ini semakin memberi karpet merah bagi kekuatan modal untuk menguasai kekayaan dan sumber daya alam di negara ini. Akibatnya negara ini memberikan ruang yang luas kepada segelintir orang untuk menguasai bumi air dan menguras sumber daya alam Indonesia.
“Hasilnya adalah ketidakadilan ekonomi. Dan ketidakadilan ekonomi tersebut adalah penyebab kemiskinan struktural. Inilah sebenarnya akar masalah kemiskinan yang kita hadapi,” ujar LaNyalla.
Mazhab Ekonomi Indonesia yang sebenarnya adalah mazhab ekonomi kesejahteraan, dan hal itu sudah tuntas dirumuskan oleh para pendiri bangsa kita. Bahkan menjadi cita-cita nasional, yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan hakikat dari cita-cita lahirnya bangsa ini adalah untuk mewujudkan sila pamungkas dari Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Sehingga saya mendorong semua elemen bangsa ini untuk melahirkan konsensus bersama untuk kita kembali kepada sistem bernegara yang telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Dengan cara kita sepakati untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 Naskah Asli, untuk kemudian kita perbaiki kekurangannya dengan cara yang benar, melalui amandemen dengan teknik adendum. Bukan dengan mengganti total sistem bernegaranya,” kata LaNyalla.
Sementara itu, Asisten Administrasi Umum Kabupaten Madiun, Achmad Romadhon mengatakan, kehadiran LaNyalla ke Madiun ini seperti doping bagi masyarakat Madiun yang membuat bersemangat menghadapi perjuangan untuk kesejahteraan masyarakat desa. “Pak Nyalla itu seperti pemicu semangat agar kami bisa terus lebih baik lagi. Seperti ayah yang datang kepada anaknya. Semoga aspirasi kami masyarakat Madiun terutama masyarakat desa bisa terealisasi dan terwujud,” katanya.
Ekonom Politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan paradigma berfikir masyarakat Indonesia, khususnya para pemangku kebijakan di desa, harus diubah dengan paradigma berfikir yang jujur. “Jadi nantinya amanah dalam memimpin desa. Karena Desa adalah kekuatan yang paling utama untuk pergerakan ekonomi di desa. Jika semua melakukan urbanisasi ke kota, lantas nanti siapa yang memikirkan desa. Oleh karena itu paradigma berfikirnya harus diubah,” katanya.
Sementara Dosen Politik UI, Mulyadi membeberkan, saat ini jika kita tidak segera mengembalikan UUD 45 ke naskah asli yang nanti terjadi bukan Indonesia emas, tetapi Indonesia yang cemas di bidang ekonomi.
“Liberalisme ekonomi, sebenarnya akan membuat ekonomi di Indonesia menjadi kapitalisme yang dikecilkan menjadi oligarki. Jadi ada memang gerakan untuk menguasai Indonesia dengan cara menguasai ekonominya yang dilanjutkan dengan gerakan politik yang menurut saya kata ‘asli’ di Pasal 6 UUD 45 dihapus. Padahal kronologi politiknya itu ada di situ, jadi warga negara Indonesia ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan bangsa lain yang diatur dan ditetapkan dengan undang-undang,” pungkas Mulyadi.
Turut hadir dalam kesempatan tersebut, Asisten Administrasi Umum Kabupaten Madiun, Achmad Romadhon; serta Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Madiun, Supriadi.(*)