Pengamat dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menyoroti kritik yang dilontarkan oleh media asing asal Inggris, The Economist, terhadap diplomasi Presiden Prabowo Subianto dalam lawatannya ke luar negeri. The Economist menyebut Prabowo ‘putus asa’ dan menyatakan keraguan tentang arah politik luar negeri Indonesia di bawah kepemimpinannya. Namun, Fahmi berpendapat bahwa pandangan tersebut terlalu sempit karena kunjungan Prabowo justru mencerminkan fleksibilitas Indonesia dalam memperkuat posisinya di kancah global.
Menurut Fahmi, lawatan Prabowo ke beberapa negara menunjukkan ambisi Indonesia untuk memperkuat hubungan internasional sekaligus menunjukkan kedalaman pengalaman diplomatik Presiden. Kritik terhadap kepercayaan diri Prabowo dan kurangnya nasihat dari penasihatnya dianggap tidak adil oleh Fahmi, mengingat latar belakang mantan jenderal pasukan khusus tersebut yang memiliki pengalaman dalam diplomasi dan politik internasional.
Fahmi juga menekankan pentingnya kebijakan luar negeri bebas aktif Indonesia yang dianut Prabowo, yang menegaskan bahwa Indonesia tidak akan terjebak dalam konflik politik internasional antara kekuatan besar. Diplomasi Prabowo dalam berbagai pertemuan internasional dan forum juga dianggap sebagai upaya nyata Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan nasional di kancah dunia. Kritik kepada The Economist juga disampaikan oleh Kepala PCO Hasan Nasbi, yang menilai bahwa media asing tersebut terperangkap dengan pandangan superioritas dunia Barat yang sulit memahami diplomasi dari negara-negara Timur yang ingin menjalin persahabatan dengan berbagai pihak.