Industri otomotif Indonesia, termasuk penjualan mobil Nasional, membutuhkan tambahan insentif dari pemerintah untuk mengatasi kondisi keterpurukan dalam penjualan kendaraan bermotor. Tantangan yang dihadapi termasuk kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dan penerapan opsen pajak kendaraan bermotor serta bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB). Selain itu, penurunan jumlah dan daya beli masyarakat kelas menengah juga turut memengaruhi pasar mobil di Indonesia.
Menurut Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, tanpa insentif tambahan, penjualan mobil Nasional di 2025 diperkirakan akan kembali terpuruk. Jika pemerintah tidak memberikan tambahan insentif, pasar mobil diperkirakan akan menurun lebih lanjut. Namun, dengan skenario tambahan insentif, pasar mobil bisa diselamatkan dengan estimasi penjualan minimal 900 ribu unit.
Selain itu, aspek lain yang turut memengaruhi pasar mobil di Indonesia adalah daya beli masyarakat, terutama dari kelas menengah. Kontribusi kelas menengah terhadap pasar mobil di Indonesia sangat signifikan, sehingga penting untuk meningkatkan daya beli mereka. Dukungan insentif tambahan dari pemerintah di sektor otomotif diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri kendaraan bermotor, peningkatan penjualan, dan meningkatkan pendapatan industri perbankan dan lembaga pembiayaan.
Selain itu, relaksasi kebijakan insentif sebelumnya berhasil meningkatkan penjualan mobil, namun setelah insentif tersebut dicabut, penjualan mobil menunjukkan tren penurunan yang berlanjut. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tepat guna mendukung pertumbuhan industri otomotif dan pasar mobil di Indonesia. Artinya, upaya pemerintah dalam memberikan insentif tambahan dan memperhatikan faktor-faktor lain yang memengaruhi pasar mobil diperlukan untuk mengatasi tantangan dalam industri otomotif di masa yang akan datang.